Kebanggaan Semu

Jika ditanya tentang kebanggaan, pasti yang terpikir dibenak kita adalah suatu hal yang menurut kebanyakan orang dianggap bisa menaikkan reputasi dan gak bikin malu-maluin saat kita sebutkan.  Tapi buat gue, kebanggaan itu sifatnya relatif dan semu.  Sama halnya dengan kebanggan gue saat gak mandi selama satu minggu.  Gue seneng banget saat itu, gue pikir gue udah bisa mecahin rekor.  Imbasnya gue dicap sebagai orang aneh dirumah, wibawa gue turun didepan adik gue dan gue dikucilkan ke hutan.
Ya, kebanggan bagi gue sama halnya lukisan yang beraliran abstrak, memiliki makna yang dalam jika hanya dilihat sepintas, tapi ternyata norak saat diteliti secara seksama.
Salah satu kebanggaan yang menurut gue bisa dibilang kreatif yaitu jadi kolektor gigi.  Gue masih ingat.  Waktu itu, saat umur gue masih belum menginjak belasan tahun, gue dengan semangatnya memungut gigi yang copot karena menabrak pintu saat sedang lari-lari.  Padahal, normalnya buat anak seumuran gue, hal seperti itu pasti bisa menyebabkan anak-anak yang mengalaminya menangis tanpa ampun.
Tapi karena obsesi gue saat itu terhadap kebanggaan relatif, gue bisa tahan dulu untuk tidak menjerit kuat-kuat, lalu gue nyuci gigi gue yang copot berlumuran darah itu.
Tapi itu cerita masa lalu gue.  Udah agak besar, kebanggaan abstrak gue beralih ke nilai ulangan.  Tapi bukannya nilai ulangan gede yang gue banggakan, gue malah berniat untuk mengumpulkan semua angka nilai ulangan sebagai bahan koleksi.  Gue coba kumpulin dari nilai yang paling gede sampai ke nilai yang paling buncit.  Nilai yang paling Gede gue dapat dari ulangan harian mata pelajaran PLH dan ulangan paling kecil gue dapat dari mata pelajaran Fisika.  Hanya satu nilai yang belum bisa gue dapat yaitu nilai minus.
Dan cita-cita gue kalau sudah besar nanti, gue berniat bakal nambahin bahan koleksi kebanggaan gue.  Seberapa banyak gue bisa nyari pekerjaan untuk dipecat, dan seberapa cepat waktu buat gue dipecat.  Semakin cepat gue dipecat maka itu akan semakin baik buat koleksi tapi tidak untuk pekerjaan gue.
Balik lagi ke masalah gigi, semua berawal dari pikiran gue yang teracuni cerita-cerita nyokap.  Gue sering diceritain dongeng sama orangtua gue tentang cerita peri gigi.  Gue dengan semangat selalu dengerin ceritannya.  “Rizki”, nanti kalau kamu mau dicabut gigi, kamu bisa dapat hadiah dari peri gigi.  “Lho kok bisa ma?” emang, peri gigi itu siapa ma? tanya gue heran campur kagum.  Tentu saja bisa Rizki, peri gigi itu adalah peri yang suka memberi hadiah kepada anak yang tidak susah diajak periksa ke dokter gigi.  Nanti kalau gigi kamu sudah dicabut, kamu bawa giginya dan kamu simpan di bawah bantal.  Nah, lalu, sebelum tidur kamu minta apa yang kamu inginkan dan esok paginya lihat, pasti giginya bakal berubah sesuai keinginan kamu.
Akhirnya, karena terpengaruh oleh kata-kata  nyokap, dengan semangat dan keyakinan yang mantap, besoknya gue langsung merengek sama nyokap buat minta diantar ke dokter gigi.  “Ma”, gigi Rizki sakit nih, udah bolong-bolong ujar gue menjalankan rencana.  Ayo anter Rizki ke dokter gigi maa, ayo maa.  Kamu kan baru minggu lalu pergi ke dokter gigi Rizki, masa sakarang sudah harus kesana lagi.  Gue terus merengek-rengek sepanjang hari.  Nyokap akhirnya nyerah dan nganter gue ke tempat praktek dokter gigi terdekat.  Singkat kata, setelah diperiksa ternyata gigi bolong gue masih bisa ditambal karena belum terlalu parah.  Tapi, gue bersikukuh minta supaya gigi gue dicabut.  Setelah  dicabut, dengan penuh harap gue bawa gigi tadi ke kamar, lalu gue letakkan dibawah bantal dan gue berdoa.  “Wahai peri gigi, Rizki harap gigi Rizki ini bisa bertambah jumlahnya jadi sepuluh buah”.
Besoknya, entah dengan cara bagaimana tiba-tiba gue menemukan sepuluh buah gigi seperti yang gue minta.  Semua giginya sama kaya gigi gue, berlubang-lubang, tapi ada satu gigi yang teramat hitam dan dekil.  Semuanya gue temukan dibawah bantal berbungkus kantong plastik transparan.  Meskipun gak terlalu sesuai seperti yang gue minta, tapi gak apa-apa lah, gue udah ngerasa seneng banget.  Jiwa komersil gue langsung jalan.  Gue berpikir, kalau sepuluh biji gigi itu gue simpan lagi di bawah bantal, dan gue minta supaya berubah menjadi sepuluh kali lipat, maka jumlah gigi yang bisa gue dapet mencapai seratus buah gigi.  Lalu, keseratus gigi itu bakalan gue tuker sama peri gigi, (siapa tahu dia butuh banyak stok takut-takut kalau ada anak yang permintaannya sama seperti gue) dan gue minta setiap giginya berubah jadi uang seratus ribuan.  Dengan begitu, gue bisa jadi kaya raya, pikir gue senang.  Gue gak nyangka ternyata gue punya jiwa komersil yang tinggi.
Gue gak tau aja, ternyata sebenarnya orangtua gue dalang dibalik peri gigi tersebut. Mereka bela-belain nyari sepuluh buah gigi dari dokter buat dituker sama gigi gue.
Gue gak terbayang, kalau keinginan gue buat menukar semua gigi yang gue koleksi masing-masing sama duit seratus ribuan, bisa-bisa bangkrut kedua orangtua gue. Tapi setelah agak gede, gue jadi menyadari.  Ternyata, itu semua perbuatan orang tua gue.  dan gue juga gak mungkin untuk melayangkan surat protes ke mereka.  Jadi, kinilah gue jadi seorang kolektor gigi yang sukses dengan banyaknya jumlah koleksi gigi yang gue punya. Jenis kolektor yang aneh, karena orang lain kebanyakan mengoleksi barang antik dengan harga mahal.  Mereka rela menghabiskan waktu dan uangnya untuk keliling dunia berburu barang-barang koleksinya. Yang menurut gue itu adalah suatu hal yang Mubazir.  Tapi buat gue, koleksi yang gue cari gak perlu jauh-jauh.  Dengan gue datang ke dokter gigi tiap minggu, gue bisa dapat tambahan gigi baru.  Hal itu juga sudah cukup bagi gue.

Komentar

Postingan Populer