Penjelasan Tentang Dejavu
Pernahkan anda
mengunjungi sebuah tempat untuk pertama kalinya dan tiba-tiba anda merasa
familiar dengan tempat tersebut? Atau pernahkah anda berada dalam suatu
peristiwa ketika tiba-tiba anda merasa bahwa anda sudah mengalaminya walaupun
anda tidak dapat mengingat kapan terjadinya? itulah Déjà vu, salah satu
fenomena misterius dalam kehidupan manusia.
Déjà vu berasal dari
kata Perancis yang berarti sudah pernah terjadi atau "pernah melihat". Secara umum dideskripsikan sebagi
perasaan seseorang dimana dia merasa pernah melakukan, mengalami, melihat apa
yang baru saja dilakukan. Kata ini mempunyai beberapa turunan
dan variasi seperti deja vecu (telah mengalami), deja senti
(telah memikirkan) dan deja visite (telah mengunjungi). Nama Déjà vu ini
pertama kali digunakan oleh seorang ilmuwan Perancis bernama Emile Boirac yang
mempelajari fenomena ini tahun pada 1876. Selain Déjà vu, ada lagi kata Perancis yang
merupakan lawan dari Déjà vu, yaitu Jamais Vu, yang artinya "tidak
pernah melihat". Fenomena ini muncul ketika seseorang untuk sementara
waktu tidak dapat mengingat atau mengenali peristiwa atau orang yang sudah
pernah dikenal sebelumnya.
Sebelum kita melihat
mengenai Déjà vu, pertama, kita perlu mengetahui apa yang disebut dengan "Recognition
Memory", atau memori pengenal.
Recognition Memory
adalah sebuah jenis memori yang menyebabkan kita menyadari bahwa apa yang kita
alami sekarang sebenarnya sudah pernah kita alami sebelumnya. Otak kita
berfluktuasi antara dua jenis Recognition Memory, yaitu Recollection dan
Familiarity. Kita menyebut sebuah
ingatan sebagai Recollection (pengumpulan kembali) jika kita bisa menyebutkan
dengan tepat seketika itu juga kapan situasi yang kita alami pernah muncul
sebelumnya. Contoh, jika kita bertemu
dengan seseorang di toko, maka dengan segera kita menyadari bahwa kita sudah
pernah melihat dia sebelumnya di bus.
Sedangkan ingatan
yang disebut Familiarity muncul ketika kita tidak bisa menyebut dengan pasti
kapan kita melihat orang tersebut. Déjà vu adalah contoh Familiarity.
Selama terjadi Déjà vu, kita mengenali situasi yang sedang kita hadapi, namun kita tidak tahu dimana dan kapan kita pernah menghadapinya sebelumnya.
Selama terjadi Déjà vu, kita mengenali situasi yang sedang kita hadapi, namun kita tidak tahu dimana dan kapan kita pernah menghadapinya sebelumnya.
Sebagaian orang percaya bahwa Déjà vu terjadi karena
kita telah hidup di masa lampau (Reinkarnasi) dan kita tak menyadari hal itu, Dalam
penjelasan pseudoscience dan supranatural, Déjà vu sering dikaitkan dengan
beberapa hal seputar dimensi lain, kemampuan terawang, dan kehidupan sebelumnya,
hingga reinkarnasi.
Adapun teori aneh lain yang menyatakan bahwa Déjà vu
terjadi Pada saat diri kita di dalam dimensi kita, melakukan hal yang
sama dengan diri kita di dimensi lain. Déjà
vu juga bisa berdurasi panjang sekitar 3-5 menit karena seringnya kita
melakukan astral projection. Bagaimana
dengan penjelasan rasional dan ilmiah?
Para ilmuwan science tidak setuju dengan pernyataan yang
tidak masuk akal itu. Para ilmuwan
menduga bahwa Déjà vu terjadi pada saat sel-sel otak kita berjalan
lebih lambat daripada mata kita. Jika
kita teliti lebih lanjut, Déjà vu bukan terfokus pada apa yang dialami tapi
merupakan ‘perasaan aneh’ yang dialami seseorang. Perlu diketahui bahwa memori
manusia bekerja dengan cara asosiasi. Kita mengingat hal hal baru dengan cara
mengaitkannya dengan apa yang sudah kita ingat sebelumnya. Kita tentu pernah
secara tiba tiba mengingat sesuatu, seperti ketika kita mengingat nama
seseorang saat kita sedang melihat membaca majalah. Atau bagaimana huruf K
mengingatkan kita pada pulau Sulawesi. Ini menunjukkan bahwa memori kita memang
bekerja secara asosiatif. Pada fenomena Déjà vu, terkadang apa yang kita
barusan alami memicu sebuah fragmen di masa lalu yang serupa namun gagal teridentifikasi
sehingga yang tersisa hanyalah ‘perasaan pernah mengalami’ hal tersebut.
Proses Déjà vu merupakan proses aktivitas kimia pada
syaraf otak yang memungkinkan munculnya perasaan ‘pernah mengalami’. Pada umumnya setiap aktivitas terekam pada memori
sementara selagi otak secara konstan mengakses memori jangka panjang sebagai
pembanding. Layaknya prosesor pada
komputer yang mengakses Harddisk dan RAM. Adakalanya pada saat mengakses memori jangka
panjang (memori lampau) muncul sebuah persamaan pola yang tidak bisa diingat
secara penuh untuk menampilkan informassi lebih lanjut. Ini akan menimbulkan
sensasi ‘pernah mengalami’.
Déjà vu ini memiliki beberapa
variasi, yaitu:
1. Déjà vecu
yang artinya pernah mengalami.
2. Déjà
senti yang artinya memikirkannya.
3. Déjà
visite yang artinya mengunjunginya.
Ada juga 3 tipe déjà vu, yaitu:
1. déjà vu
yang berkaitan dengan kehidupan pribadi (life déjà vu)
2. déjà vu
yang berkaitan dengan perasaan (sense / feeling déjà vu)
3. déjà vu
yang berkaitan dengan tempat (place déjà vu)
4. Kombinasi
dari ketiga gejala déjà vu tersebut, di mana seseorang merasa pernah hidup
sebagai orang lain di satu tempat dan waktu yang sama, bahkan merasakan
perasaan yang sama pula.
Dari
beberapa variasi dan tipe déjà vu diatas, maka dapat ditarik hubungan bahwa:
•Déjà vecu merupakan déjà vu yang berkaitan dengan kehidupan pribadi (life déjà vu)
•Déjà vecu merupakan déjà vu yang berkaitan dengan kehidupan pribadi (life déjà vu)
•Déjà senti merupakan déjà vu yang berkaitan dengan
perasaan (sense / feeling déjà vu)
•Déjà visite merupakan déjà vu yang berkaitan dengan
tempat (place déjà vu)
Terkadang déjà vu juga diuraikan seperti perasaan yang
telah melihat atau mengalami sesuatu sebelum ketika orang yang mengalami hal
tersebut mengetahui kapan dia pernah melakukannya. Namun, déjà vu disalah gunakan sebagi suatu
pengalaman precognitive, perasaan pernah mengalami sesuatu dan mengetahui
persisnya apa yang akan terjadi berikutnya, dan itu terjadi.
Suatu
hal yang penting dari déjà vu adalah mengalami sesuatu yang belum pernah
terjadi sebelumnya. Sedangkan suatu hal yang penting dari precognitive adalah
menunjukkan sesuatu yang akan terjadi di masa depan, namun bukan suatu hal yang
pernah dilakukan atau dilihat di masa depan.
Déjà vu
dibedakan menjadi 2 kategori, yaitu:
1.
Associative Déjà Vu
Tipe
déjà vu yang paling umum dialami oleh orang-orang sehat normal adalah
associative secara alami di dunia ini. Manusia melihat, mendengar, membaui atau
mengalami suatu kejadian yang berkaitan dengan suatu perasaan bahwa manusia
tersebut berhubungan dengan sesuatu yang telah dilihat, didengar, dibaui, atau
dialami oleh manusia tersebut. Ilmuwan terdahulu berpikir bahwa déjà vu jenis
ini adalah suatu pengalaman “ingatan dasar” dan berasumsi bahwa pusat memori
otak yang bertanggung jawab untuk itu.
2.
Biological Déjà vu
Ada juga kejadian déjà vu antar
orang-orang dengan epilepsi cuping sementara. Tepat sebelum epilepsi, penderita
sering mengalami atau merasa déjà vu. Dengan adanya pengklasifiasian di atas
dapat teridenfikasi bahwa isyarat otak dimana déjà vu jenis ini dimulai. Namun, dengan alasan ini pula déjà vu jenis
ini berbeda gengan tipikal déjà vu sendiri. Orang yang mengalami déjà vu jenis ini mungkin
akan mempercayai bahwa mereka telah mengalami peristiwa atau keadaan yang sama
sebelumnya, dibanding dengan perasaan yang cepat berlalu.
Pengertian
Déjà vu dari sudut pandang psikologi adalah ilusi seperti sudah kenal / sudah
akrab dengan suatu tempat yang sama sekali asing. Timbulnya peristiwa ini diyakini orang sebagai
akibat adanya syarat yang sudah dikenali, namun ada dalam sub-ambang kesadaran.
Sebagai contoh, ketika berjalan-jalan
ditengah kota, beberapa ciri tampak seperti sama dengan penghayatan yang pernah
dialami di tempat lain.
Intinya
Déjà vu merupakan suatu fenomena aktivitas otak manusia yang berkaitan dengan
memori yang lazim disebut “pemanggilan ulang” Penjelasan ini memperkuat fakta
bahwa “penataan ulang memori” pada saat tertentu mempengaruhi keadaan alam
sadar manusia ,Bannister dan Zangwill (1941) mencoba menganalisis déjà vu
dengan menggunakan hypnosis pada 10 subjek penelitian. Ternyata 3 dari 10 di
antaranya mengalami déjà vu.
Cleary
(2008) mengajukan hipotesis bahwa déjà vu merupakan bentuk dari sesuatu yang telah
familiar diketahui yang disebut cripyamnesia adalah susuatu yang telah
dipelajari namun tidak disimpan baik di otak, namun pada suatu waktu memori
dalam “membukanya”.
Yang jelas hampir 70% manusia pernah mengalami Déjà vu walau tanpa mereka sadari, dan Déjà vu bukan merupakan suatu penyakit psikologis maupun penyakit gangguan pada Otak, tetapi lebih pada suatu akibat dari kegiatan otak/memori tentang suatu objek tanpa kita sadari.
Yang jelas hampir 70% manusia pernah mengalami Déjà vu walau tanpa mereka sadari, dan Déjà vu bukan merupakan suatu penyakit psikologis maupun penyakit gangguan pada Otak, tetapi lebih pada suatu akibat dari kegiatan otak/memori tentang suatu objek tanpa kita sadari.
Mereka yang memiliki penyakit
epilepsi dilaporkan lebih sering mengalami Déjà vu. Ini dikaitkan dengan
temporal lobe (bagian dari cereblum otak sebagai pemroses memori jangka pendek)
yang tidak berfungsi secara normal pada saat serangan. Wilder Penfield sejak tahun 1955 mencoba
menstimulasi temporal lobe dengan sengatan listrik. Diantara banyak gejala yang muncul sekitar 8%
dari subjek mengaku mengalami Déjà vu.
Taiminen (2001) melaporkan kasus
dimana beberapa pasien mulai mengalami Déjà vu secara lebih sering, setelah
smengkonsumsi obat yang mengandung amantadine dan phenylpropanoamine secara
bersamaan untuk meredakan gejala flu. Terjadinya proses dopaminergic yang
bersumber dari obat obatan tersebut membuat Taiminen menyimpulkan bahwa Déjà vu
muncul sebagai akibat dari proses hyperdopaminergic dalam area mesial temporer
pada otak.
Teori-Teori Déjà vu
Walaupun Emile Boirac
sudah meneliti fenomena ini sejak tahun 1876, namun ia tidak pernah secara
tuntas menyelesaikan penelitiannya.
Karena itu, banyak peneliti telah mencoba untuk memahami fenomena ini
sehingga akhirnya kita mendapatkan Paling tidak 40 teori yang berbeda mengenai Déjà
vu, mulai dari peristiwa paranormal hingga gangguan syaraf. Pada tulisan ini, tidak mungkin dibahas 40
teori tersebut satu persatu. Jadi akan dipilih
beberapa teori yang dianggap perlu kita ketahui. Pertama, dmulai dari teori psikolog
legendaris, Sigmund Freud. Tapi
sebelum itu, saya ingin menunjukkan kepada kalian sebuah gambar yang sangat
terkenal. Ini dia:
Foto di atas adalah foto ilustrasi "Puncak gunung es" yang terkenal. Para ahli "otak" sering menggunakan ilustrasi di atas untuk menunjukkan seperti apa pikiran kita yang sebenarnya. Permukaan air adalah batas kesadaran kita. Pikiran Sadar kita adalah bongkahan yang muncul di atas permukaan laut. Sedangkan pikiran bawah sadar adalah bongkahan raksasa yang ada di dalam laut.
Menurut mereka,
sesungguhnya sebagian besar informasi yang kita terima tersimpan di pikiran
bawah sadar kita dan belum muncul ke permukaan. Hanya
sebagian kecil dari informasi yang kita terima benar-benar kita ingat atau
sadari. Prinsip ini adalah kunci penting
untuk memahami Déjà vu.
Gangguan akses memori
Sigmund Freud
yang sering dijuluki sebagai bapak psikoanalisa
pernah meneliti mengenai fenomena ini dan ia percaya bahwa seseorang akan
mengalami Déjà vu ketika ia secara spontan teringat dengan sebuah ingatan bawah
sadar. Karena ingatan itu berada pada
area bawah sadar, isi ingatan tersebut tidak muncul karena dihalangi oleh
pikiran sadar, namun perasaan familiar tersebut bocor keluar. Teori Freud ini terbukti menjadi landasan
bagi teori-teori yang muncul berikutnya.
Namun sebelum
membahas teori-teori yang lain, saya ingin mengaja kalian untuk mengenal satu
kata ini terlebih dahulu, yaitu "Subliminal". Subliminal berasal dari kata latin, yaitu
"sub" dan "Limin atau Limen".
"Sub" berarti bawah, sedangkan "Limin" berarti ambang
batas. Dalam artian psikologi,
subliminal berarti beroperasi dibawah sadar.
Lagi-lagi berhubungan
dengan bawah sadar. Kata subliminal
tersebut berhubungan dengan teori di bawah ini.
Perhatian yang terpecah - Teori ponsel
Seorang peneliti
bernama Dr.Alan Brown pernah mengadakan eksperimen yang diharapkan bisa
menciptakan ulang proses Déjà vu. Dalam percobaannya, ia dan rekannya Elizabeth
Marsh memberikan sugesti subliminal kepada subjek penelitiannya. Mereka menunjukkan sekumpulan foto yang
menunjukkan lokasi-lokasi yang berbeda kepada sekelompok pelajar dengan maksud
bertanya kepada mereka mana yang dianggap paling familiar bagi mereka. Dalam percobaan ini, semua pelajar yang diuji
belum pernah mengunjungi lokasi-lokasi yang ada di foto tersebut.
Namun sebelum mereka
menunjukkan foto-foto itu, terlebih dahulu mereka menayangkan sebagian foto itu
di layar dengan kecepatan subliminal sekitar 10 sampai 20 milidetik. Kecepatan
itu cukup bagi otak manusia untuk menyimpan informasi itu di bawah sadar, namun
tidak cukup bagi para pelajar itu untuk menyadari dan menaruh perhatian
padanya. Dalam percobaan ini terbukti bahwa lokasi-lokasi pada
foto-foto yang sudah ditayangkan dengan kecepatan subliminal dianggap paling
familiar bagi para pelajar itu.
Eksperimen serupa
pernah diadakan oleh Larry Jacobi dan Kevin Whitehouse dari Washington
University. Bedanya, mereka menggunakan sekumpulan kata-kata, bukan foto. Namun
hasil yang didapat sama dengan eksperimen Dr.Alan Brown.
Berdasarkan pada
hasil eksperimennya, Dr.Alan Brown kemudian mengajukan sebuah teori yang
disebut sebagai Teori ponsel (atau perhatian yang terpecah).
Teori ini mengatakan
bahwa ketika perhatian kita terpecah, maka, secara subliminal, otak kita akan
menyimpan informasi mengenai kondisi di sekeliling kita namun tidak benar-benar
menyadarinya. Ketika perhatian kita mulai fokus kembali, maka segala informasi
mengenai sekeliling kita yang tersimpan secara subliminal akan
"terpanggil" keluar sehingga kita merasa lebih familiar. Ini sama
seperti bongkahan es di bawah permukaan air yang naik ke atas permukaan.
Contoh, jika kita
memasuki sebuah rumah sambil ngobrol dengan orang lain, maka perhatian kita
tidak akan terpaku kepada kondisi rumah itu, namun otak kita telah menyimpan
informasi itu secara subliminal di bawah sadar.
Ketika kita selesai ngobrol, pikiran kita mulai fokus dan informasi yang
tersimpan di bawah sadar mulai muncul. Seketika
itu juga kita mulai merasa familiar dengan rumah itu. Jadi, berdasarkan teori ini, Déjà vu tidak
berhubungan dengan kejadian di masa lalu yang telah berlangsung lama.
Memori dari sumber lain
Ada lagi teori yang
lain. Teori ini percaya bahwa otak kita menyimpan banyak memori yang datang
dari berbagai aspek kehidupan kita, seperti film yang kita tonton, gambar
ataupun buku yang kita baca. Informasi-informasi
ini kita simpan tanpa kita sadari. Sejalan dengan lewatnya waktu, maka ketika
kita mengalami peristiwa yang mirip dengan informasi yang pernah kita simpan,
maka memori yang tersimpan di bawah sadar kita akan bangkit kembali.
Contoh, sewaktu
kecil, mungkin kita pernah menonton sebuah film yang memiliki adegan di sebuah
tugu atau monumen. Ketika dewasa, kita mengunjungi tugu ini dan tiba-tiba kita
merasa familiar walaupun kita tidak ingat dengan film tersebut. Teori ini mirip dengan teori ponsel, tapi
teori ini setuju bahwa Déjà vu berhubungan dengan kejadian yang telah
berlangsung lama di masa lampau.
Teori Pemrosesan Ganda (visi yang tertunda)
Dalam banyak hal,
teori-teori mengenai penyebab Déjà vu tidak berbeda jauh dari yang diajukan
oleh Sigmund Freud. Namun seorang
peneliti bernama Robert Efron berusaha melihat lebih jauh kedalam
mekanisme otak, bukan sekedar pikiran sadar atau tidak sadar. Walaupun sangat teknikal, teori yang
diajukannya dianggap sebagai salah satu teori Déjà vu terbaik yang pernah ada.
Teori Efron ini
berhubungan dengan bagaimana cara otak kita menyimpan memori jangka panjang dan
jangka pendek. Ia menguji teori ini pada tahun 1963 di rumah sakit Veteran
Boston. Menurutnya, respon syaraf
yang terlambat dapat menyebabkan Déjà vu.
Hal ini disebabkan karena Informasi yang masuk ke pusat pemrosesan di
otak melewati lebih dari satu jalur.
Efron menemukan bahwa
Lobus Temporal dari otak bagian kiri bertanggung jawab untuk mensortir
informasi yang masuk. ia juga menemukan bahwa Lobus Temporal ini menerima
informasi yang masuk dua kali dengan sedikit delay antara dua transmisi
tersebut.
Informasi yang masuk
pertama kali langsung menuju Lobus Temporal, sedangkan yang kedua kali
mengambil jalan berputar melewati otak sebelah kanan terlebih dahulu.
Jika delay yang
terjadi sedikit lebih lama dari biasanya, maka otak akan memberikan catatan
waktu yang salah atas informasi tersebut dengan menganggap informasi tersebut
sebagai memori masa lalu.
Déjà vu dan
Clairvoyance
istilah Déjà vu hampir sama bahkan mungkin
cukup dekat dengan istilah Clairvoyance. Clairvoyance itu sendiri adalah
kemampuan supernormal yang dimiliki oleh suatu individu yang dengan kemampuan
pikirannya seakan akan dapat melihat kejadian masa depan yang akan terjadi atau
dialami pada dirinya sendiri maupun pada orang lain. Bahkan kemampuan Clairvoyance dapat
juga untuk melihat situasi-situasi pada kejadian dimasa silam. Biasanya, orang-orang yang memiliki
penguasaan clairvoyance dengan baik akan mudah meramalkan beberapa
kejadian-kejadian yang akan terjadi dimasa yang akan datang. Misalnya gambaran-gambaran mengenai
kecelakaan-kecelakaan buruk yang akan menimpa dirinya dimasa depan. Hebatnya, dari orang-orang yang menguasai Clairvoyance
dengan baik, misalnya kita menyodorkan dia dengan suatu benda, maka dengan
konsentrasi sedikit, dalam waktu singkat diapun dapat menceritakan sejarah dari
benda tersebut, baik siapa pemiliknya, kapan benda itu diciptakan, dst.
Apakah kita bisa melatih kepekaan Déjà vu pada diri
kita???
Sebenarnya, bagi yang sudah berbakat dan sudah
ditakdirkan, tanpa belajar pun kepekaan Calirvoyance / De Javu sudah muncul
dengan sendirinya. Misalnya pada
bocah-bocah Indigo. Sudah jadi bakat alam nampaknya. Tapi bagi manusia normal yang terlahir bukan
sebagai Indigo juga bisa dilatih kok kepekaan Déjà vu-nya, misalnya dengan berlatih
pernapasan dan konsentrasi (istilah kerennya meditasi).
Menurut DR.H.M.Syaiful M Maghsri, Beliau sempat
menuturkan, bahwa latihan meditasi yang baik adalah dengan melakukan pernapasan
segitiga. Artinya kita menghirup udara
dalam 10 hitungan, lalu menahannya 10 hitungan lagi, kemudian mengeluarkan
dalam 10 hitungan, semuanya dalam tempo hitungan yang seirama. Tentunya dengan konsentrasi dimata ketiga,
yaitu sebuah titik diantara kedua mata kita.
Jika itu kita lakukan setiap hari sekitar 10 menit, maka kemampuan mata
batin bisa terasah. Pada Seni Pernapasan
Yoga, banyak wanita yang sedang hamil, para lansia, dan orang yang mengalami
tekanan batin berlatih meditasi dengan cara ini. Selain baik untuk kesehatan,
berlatih meditasi juga sebagai penghilang rasa was-was, ketakutan, trauma, dll.
Test kepekaan De Javu kalian…Menurut
seorang psikolog kondang Amerika, Dokter Alfred W Munzert, dengan menjawab
serangkaian test berikut ini, Anda akan mengetahui seberapa besarnya potensi De
Javu dan Clairvoyance (kekuatan supernormal) yang anda miliki. Nilai : Semakin banyak anda menjawab “ya”
maka kepekaan supernormal kalian semakin besar, ataupun sebaliknya :
Suatu saat, anda merasa, bahwa apa yang telah terjadi
telah anda alami sebelumnya! Sehingga anda bertanya dalam hati, rasanya
peristiwa ini pernah saya alami,tapi kapan?”.Anda pernah bermimpi, tenyata
mimpi itu menjadi kenyataan?
a.
Pernahkah anda mengalami mimpi yang “benar-benar
realistik?” maksud saya, segala yang ada pada mimpi itu, orangnya,
benda-bendanya, gerak-geriknya, seperti benar-benar hidup?
b.
Ketika mengunjungi suatu tempat, tiba-tiba anda merasa
sudah melihat sebelumnya. Padahal anda
baru tiba untuk pertama kalinya ke tempat tersebut?
c.
Anda sering sudah tahu apa yang akan dikatakan
seseorang sebelum dia berbicara?
d.
Seringkali anda merasakan kehadiran “sesuatu” yang tak
terlihat namun terasa “ada”?
e.
Anda sering merasa tahu akan kedatangan seorang tamu,
padahal si tamu belum tiba?
f.
Apakah anda sering mengambil tindakan berdasarkan
intuisi?
g.
Ketika telpon berdering, dan ada orang lain yang telah
mengangkat gagang telpon, anda tahu pasti bahwa telpon itu untuk anda?
h.
Pernahkah anda melihat cahaya-cahaya aneh
sewaktu-waktu, misalnya cahaya seperti kilat yang putih cemerlang?
i.
Seringkah anda melihat ada kilasan gerak disekeliling
anda,padahal setelah ditengok tak ada “apa-apa?”
j.
Ketika anda teringat seseorang, tak lama kemudian
orang yang anda ingat tersebut benar-benar muncul?
k.
Apakah anda merasa dapat melihat cahaya-cahaya (aura)
pada wajah seseorang? Misalnya cahaya cahaya cemerlang pada orang-orang
tertentu?
l.
Anda masih ingat pada pengalaman ketika masih berusia
2-3 tahun?
m.
Suatu ketika anda bermimpi melihat seseorang. Keesokan harinya anda bertemu orang tersebut
dalam mimpi?
n.
Anda sering menguasai pengetahuan/keterampilan padahal
anda tidak pernah sama sekali mempelajarinya?
o.
Ada suatu pengalaman bahwa “perasaan anda tiba-tiba
tidak enak “. Beberapa hari kemudian
ternyata memang terjadi hal yang tidak menggembirakan?
p.
Anda pernah merasa “keluar” dari tubuh?
Komentar
Posting Komentar
Semua berawal dari hal kecil, kita sama-sama belajar, Berkomentarlah yang baik dan Sopan. Kritik anda akan membangun Situs ini. dan Ingat No SARA